Kebudayaan yang (di)marjinal(kan):
refleksi atas krisis kebudayaan kita[1]
Oleh: Listiyono Santoso[2]
Pengantar
Kebudayaan selalu menarik untuk diperbincangkan. Meski diakui bahwa dalam kehidupan budaya dan diskusi kebudayaan -yang selalu berkembang dimana-mana-, kebudayaan –meminjam terminology Ignas Kleden (1987:155)-tidak selalu dihayati dalam citarasa yang sama, pengertian yang sama, atau dibicaran dengan menggunakan idiom-idiom yang sama pula. Selalu saja ada konstruksi[3] berbeda berkaitan dengan pemahaman ‘kita’ terhadap kebudayaan berikut proses-prosesnya. Tidak heran jika